Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan kegiatan rutin mahasiswa untuk terjun langsung ke tengah masyarakat. Namun, pada kasus yang terjadi di sebuah desa terpencil yang dikenal sebagai “Desa Penari”, kisah KKN ini justru berubah menjadi pengalaman yang mengerikan dan meninggalkan trauma mendalam. Berawal dari enam mahasiswa yang menjalankan tugas pengabdian masyarakat, perjalanan mereka berubah drastis saat mulai merasakan kejanggalan yang sulit dijelaskan dengan logika.
Desa yang terletak di pinggiran hutan Alas itu dikenal oleh warga sekitar sebagai kawasan yang tak sembarang orang bisa masuki. Meskipun tampak tenang, atmosfernya menyimpan aura kelam. Suasana mencekam mulai terasa saat para peserta KKN menginjakkan kaki di desa tersebut. Beberapa di antara mereka mulai mengalami mimpi ganjil, mendengar suara-suara aneh di malam hari, hingga perasaan diawasi meski tak ada orang di sekitar.
Yang membuat suasana makin tidak nyaman adalah sejumlah larangan yang ditekankan oleh warga lokal, terutama terkait wilayah hutan yang dianggap sakral. Sayangnya, tidak semua larangan itu dipatuhi. Salah satu peserta, sebut saja Bima, dikabarkan melanggar batas terlarang dengan melakukan tindakan yang bertentangan dengan norma dan aturan tak tertulis masyarakat setempat.
Interaksi Mistis yang Tak Dapat Dihindari
Seiring berjalannya waktu, aktivitas gaib di sekitar lokasi KKN semakin menjadi-jadi. Beberapa mahasiswa mengalami kerasukan, kehilangan kesadaran, bahkan ada yang mendadak sakit tanpa sebab medis yang jelas. Dalam salah satu insiden, peserta bernama Widya dikabarkan melihat sosok wanita penari dengan riasan lengkap yang menari di tengah hutan saat senja.
Kisah ini semakin membingungkan karena tidak semua peserta mengalami hal yang sama. Sebagian dari mereka merasakan kejadian gaib secara langsung, sementara lainnya hanya mendengar cerita dari temannya. Fenomena ini memunculkan dugaan bahwa hanya orang-orang tertentu yang “terbuka” terhadap alam lain yang bisa melihat atau merasakan entitas tersebut.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa sosok penari tersebut bukan sekadar hantu biasa, melainkan makhluk penunggu tempat yang merasa terusik akibat tindakan tidak sopan dari manusia. Bahkan, konon sosok itu sempat menampakkan diri kepada tokoh spiritual desa dan meminta agar individu pelanggar dibawa kembali untuk “dituntaskan” secara gaib.
Kepercayaan Lokal dan Larangan yang Dilanggar
Masyarakat sekitar Desa Penari memiliki sejumlah pantangan yang erat kaitannya dengan kepercayaan adat. Salah satunya adalah larangan memasuki kawasan hutan tanpa izin, berbicara kasar, atau melakukan tindakan tidak senonoh di tempat-tempat keramat. Tradisi ini dijaga ketat sebagai bentuk penghormatan terhadap makhluk halus yang diyakini menetap di sana.
Sayangnya, larangan tersebut dianggap sepele oleh sebagian peserta KKN. Kesalahan besar terjadi ketika dua mahasiswa, Bima dan Ayu, dikabarkan melanggar norma tersebut dalam konteks yang sangat pribadi dan tidak etis. Peristiwa itu dipercaya sebagai pemicu utama rentetan gangguan mistis yang terjadi. Sejak saat itu, suasana desa semakin tegang, dengan banyak ritual dilakukan oleh sesepuh setempat untuk menenangkan keadaan.
Kejadian ini menunjukkan pentingnya pemahaman terhadap nilai lokal dan budaya masyarakat. Ketidaktahuan atau ketidakpedulian terhadap kearifan lokal bisa berakibat fatal, bahkan hingga menyentuh ranah supranatural yang selama ini hanya diyakini dalam cerita rakyat.
Trauma Psikologis dan Warisan Cerita Mistis
Setelah program KKN selesai, tidak semua peserta pulang dalam kondisi baik. Beberapa mengalami gangguan psikologis, sulit tidur, dan bahkan enggan kembali menjalani aktivitas akademik. Widya, misalnya, sempat menjalani terapi untuk mengatasi mimpi buruk yang terus menghantuinya. Trauma yang mereka alami tidak hanya bersifat fisik, tapi juga menyentuh dimensi spiritual yang dalam.
Cerita tentang KKN Desa Penari kemudian menyebar luas, terutama setelah diangkat ke berbagai platform digital hingga perfilman. Meskipun identitas desa sengaja disamarkan, kisah ini tetap meninggalkan bekas yang kuat di benak masyarakat. Banyak yang menganggapnya sebagai peringatan nyata agar tidak mengabaikan hal-hal yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat.
Fenomena ini tidak hanya menjadi kisah horor semata, melainkan potret kompleks tentang benturan budaya, ketidaktahuan generasi muda terhadap kearifan lokal, dan dampak psikologis yang ditimbulkan dari pertemuan dengan hal-hal di luar nalar manusia. Di balik cerita menyeramkan, ada pesan kuat tentang pentingnya rasa hormat, kehati-hatian, dan adaptasi terhadap lingkungan baru—terutama yang memiliki dimensi mistis yang belum tentu bisa dipahami oleh semua orang.
Sumber : kedaifatimah.id